Langsung ke konten utama

PSIKOSINTESIS

Psikosintesis adalah bentuk terapi singkat atau jangka panjang yang mendalam. Psikosentesis disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan klien untuk menentukan apakah terapi psikosintesis cocok bagi individu tersebut. Banyak orang yang mengakui pentingnya mengetahui dirniya sendiri, memahami dan mengenal dirinya lebih mendalam. Tidak bisa disanggah bahwa banyak orang yang menjalani kehidupan tanpa tujuan yang pasti, sehingga orang tersebut dapat depresi dan merasa terasingkan. Psikosintesis terbukti efektif mengatasi masalah-masalah tersebut karena hal ini bisa menangani dan memperkuat kualitas tujuan kehidupan mereka.
Psikosintesis merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi mereka yang ingin mengeksprolasi tujuan kehidupan mereka didalam kehidupan ini. Psikosintesis juga dapat membantu mereka terhubung kembali dengan spiritualitas mereka agar mereka dapat mencari pengalaman yang nyata untuk mengetahui siapa dan kemana tujuan mereka dala kehidupan ini. Mereka ingin mewujudkan potensi dan kreativitasnya agar dapat terpenuhinya realisasi diri.
Klien-klien psikosintesis perlu memiliki motivasi yang jelas untuk memahami diri mereka,masalah-masalah yang di hadapi dan tantangan kehidupanya. Mereka harus mempunyai kemauan mengeksplorasi dan melihat kedalam dirinya. Klien dianjurkan memiliki keninginan dan hasrat untuk membentuk tanggung jawab bagi kehidupanya. Meskipun itu dapat ditumbuhkan dan ditonjolkan pada proses terapi. Potensi pada diri klien harus selalu di gali agar mampu dikeluarkan secara maksimal dan tertata secara rapi. Agar timbul keberhasilan dalam menggali potensi-potensi dalam diri klien. Terapi psikosintesis sudah lama diterapkan pada mereka yang mengalami masalah-masalah kehidupan yang menghambat dan mempengaruhi individu dalam menggali potensi-potensi dalam dirinya Psikosintetis jangka panjang sangat perlu dilakukan letika klien mempunyai trauma yang parah, begitu pula dengan klien yang potensial tapi memiliki riwayat keluarga yang memiliki gangguan mental. Umumnya ini akan mempengaruhi proses dan berdampak pada lamanya terapi yang diperlukan.
Susan, perempuan yang berusia 45 tahun telah menikah selama 20 tahun, ia memiliki dua orang anak dengan karir yang gemirlang.Ia sangat bahagia snagat bahagia ketika ulang tahunnya yang ke empat puluh. Setelah itu dia merasa kehidupanya terasa kosong  dan tanpa tujuan.Susan merasa bahwa pencapaian pencapainya saat ini tak lagi berasa apa pun dan terasa sia-sia. Susan sebelumnya adalah pribadi yang tak pernah merasa bosan, ia tak pernahmerasa bahwa kesibukanya itu sia-sia dan tak berguna. Perlahan ia merasa jenuh dan penuh dengan rasa keputus asaan yang sangat dalam. Ia bertanya-tanya apa yang aku lakukan, mengapa aku melakukan semua ini dan untuk apa semua ini. Ia merasakan ada sesuatu yang hilang pada dirinya dan tidak bisa beli dengan semua pencapaian yang ia rasakan selama ini. Susan merasa ia harus membuat perubahan baik dalam tatanan rumah maupun dalam bekerja agar dia mempunyai kesibukan dan tidak terbayang-bayang oleh keputus asaan. Semua hal yang ia lakukan untuk sebuah perubahan itu sia-sia karena perasaan kosong dan putus asa terus membayang-bayanginya. Sampai ia mempunyai keinginan untuk bunuh diri dan terbawa larut oleh depresi. Dokternya menyarankan untuk mengkonsumsi obat penenang yang hanya memperburuk keadaanya. Seorang teman menasehatinya untuk menemui terapis psikosintesis, awalnya ia keberatan tapi susan setuju dan mengatur pertemuan dengan terapis.
Pada wawancara sesi pertama, ia merasa cemas dan gemetar karena ketakutan terhadap terapis, tetapi tak lam kemudian berkurang karena sang terapis hanyalah orang biasa. Ia mulai mengatakan bahwa ia takut kehilangan cinta untuk suami dan anak-anaknya dan ia senring kali ingin mati, terapis menyuruh agar ia jangan sampai berpikiran itu pada waktu-waktu yang sangat buruk. Terapis heran karena penampilan fisknya tidak sesuai dengan kata-kata yang menggambarkan ia sedang depresi dan frustasi. Ia adalah sosok yang cerdas dan berani bersuara. Terapis menggunakan psikospiritual untuk mendefinisikan dunia ragawi sejalan dengan dunia batin yang sehat. Namun, kasus Susan ini berbeda.
Susan mulai berbicara tentang masa kecilnya. Terapis perlu mengumpulkan informasi dan mengenal Susan dengan lebih baik sebelum melakukan penilain dan terapi yang bisa ditawarkan. Susan adalah seorang anak yang lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya pecandu alkohol dan ibunya hanya bisa mengurus anak-anaknya, Susan sebagai anak sulung mempunyai tanggung jawab besar untuk mengasuh adik-adiknya. Susan adalah seseorang yang suka bermimpi. Ia belajar bagaimna membuat keluarganya tersenyum untuk mengalihkan mereka dari kekacauan keluarga, dan dia adalah sosok pemimpin yang suka melindungi keluarganya dan itu membuat Susan tumbuh kuat dan cakap. Mereka yang menilai kehidupanya dari luar tidak pernah menduga bahwa masa lalunya memotivasi dirinya untuk mngendalikan perilaku dalam kehidupanya. Namun, dalam keadaan depresinya saat ini, Susan tak memiliki semua itu.
Ada dua hal utama dalam pengalaman Susan yang perlu diungkap. Pertama adalah pengalaman masa kanak-kanak dan kedua adalah depresi dan keputusasaanya yang luar biasa. Langkah awal adalah penggalian masa kanak-kanak susan. Terapis membantunya mendefinisikan banyak suara di dalam dirinya yang dikenalinya berasal dari masa kanak-kanaknya. Ada suara penggembira dan ada juga suara kritikus yang selalu menghakiminya dan memberitahunya. Ketika menemukan suara kritikus ia menangis di sepanjang sesi terapi. Ada suara-suara lain tapi suara kritikus ini yang selalu menekan dan cukup dalam baginya. Terapis menjelaskan pada Susan bahwa kita punya bagian daklam diri kita, yang kadang-kadng saling berkonfilk. Dengan pengetahuan ini, Susan tenang dan merasa ia mulai memahami depresinya.
Selama berapa sesi terapis menganani isu-isu yang sedang dihapi Susan agar membantunya untuk memisahkan dan mengidentifikasi dpresi dan keputusasaanya. Ia menyadari bahwa kesadaranya memenangkan dan depresinya pun mulai goyah. Pandangan tentang dirinya yang luas itu membuat Susan merasa cukup aman dan mengeksplorasi perasaan agresif dan asertif yang telah lama hilang. Ia menikmati bersifat tidak kooperatif dan kuat ada dalam dirinya. Hal itu membuatnya mendapatkan kualitas yang telah dilupakanya.
Fase terapi selanjutnya melihat perasaan putus asa yang dialami Susan. Terapi sebelumnya telang melonggarkan depresinya namun masih ada kekososngan yang membuat hatinya tidak tenang. Terapis meminta Susan kembali berimajinasi ke masa lalunya ketika ia merasa bermakna di kehidupanya. Susan terharu dengan kenangannya ketika anaknya lahir, perasaan bersatu dengan suaminya, perhatian ibunya yang penuh kerja keras mengurus keluarganya dan pengalaman yang lain.
Susan mulai mengajukan pertanyaan tentang kehidupan untuk apa saya di sini dan dimana tempatku di dunia ini?. Terapis membantunya mengeksplorasi dan memfokuskan pencarianya pada nilai-nilai yang ada pada dirinya. Ia mulai membangun kreativitas dan dorongan untuk bersama dengan orang lain pada tahap yang lebih dalam walaupun sebenarnya ia merindukan sesuatu yang dulu pernah ia rsakan. Ia menanggapi hubungan sosial dan kehidupanya berubah secara dramatis. Ia melakukan uji realitas pada kesadaran barunya yang sakin bertambah melalui konyaknya dengan orang lain. Suaminya awalnya ragu bahwa terapi itu bisa membantu susan untuk membantu berdamai dengan kenyataanya. Namun suaminya meskipun kemajuan yang dialami istrinya naik turun, tapi perasaanya selalui diperbarui dalam diri susan. Sedikit demi sedikit Susan merasa nyaman didalam dirinya. Namun Susan menyadari bahwa semua itu perlu waktu, bahwa banyak tindakan yang justru menjauhkanya dari sesuatu yang mendalam. Kendali pada dirinya mulai melonggar dan bersama itu pula datanglah titik terang atau makna hidup yang sebenarnya.
Meskipun psikosintesis bisa diterapkan dengan beragam masalah yang dihadapi, kami memilih ini sebagai contoh bagaiman psikosintesis ini mengahadapi isu eksistensial yang banyak dijumpai di kehidupan seseorang. Banyak orang yang merasa terasing dan terabaikan, karena kebutuhan manusoa yang semakin dalam hanya digantungkan pada kecanggihan teknologi dan meteri perbaikan seketika. Kami percaya bahwa pemilikan kembali sifat spiritual kita yang di tambahkan dengan psikosintesis akan menjadi harapan yang nyata agar setiap individu merasa terbantu. Psikosintesis dan terapi transpersonal lainya akan memudahkan peranan penyembuhan yang semaking berkembang di masa mendatang.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soe Hok Gie

Mempelajari Catatan Soe Hok Gie Soe Hok Gie wafat di Mahameru saat melakukan pendakian pada 18 Desember 1969 karena menghirup asap beracun gunung tersebut. Soe Hok Gie dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942. Dia adalah sosok aktifis yang sangat aktif pada masanya. Sebuah karya catatan hariannya yang berjudul Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran setebal 494 halaman oleh LP3ES diterbitkan pada tahun 1983. Soe Hok Gie tercatat sebagai mahasiswa Universitas Indonesia dan juga merupakan salah satu pendiri Mapala UI yang salah satu kegiatan terpenting dalam organisasi pecinta alam tersebut adalah mendaki gunung. Gie juga tercatat menjadi pemimpin Mapala UI untuk misi pendakian Gunung Slamet, 3.442m. Kemudian pada 16 Desember 1969, Gie bersama Mapala UI berencana melakukan misi pendakian ke Gunung Mahameru (Semeru) yang mempunyai ketinggian 3.676m. Banyak sekali rekan-rekannya yang menanyakan kenapa ingin melakukan misi tersebut. Gie pun menjelaskan kepada rek...

Junko Tabei Pendaki Jepang Yang Tidak Pernah Berhenti Menapaki Indahnya Bumi

Junko Tabei, Pendaki Wanita Pertama yang Menapaki Puncak Tertinggi Dunia   Junko Tabei-lah, wanita asal Jepang, pendaki wanita paling mengagumkan di bumi ini. Tak berlebihan, karena dia adalah wanita pertama yang berhasil menggapai Puncak Everest (1975) dan wanita pemegang ‘seven summit’ pertama (1992) dunia. Dilansir dari Japantimes, hari ini, 41 tahun silam, tepatnya pada 16 Mei 1975, Junko Tabei berhasil berdiri di puncak tertinggi dunia. Dengan kegigihan dan bantuan pemandu Ang Thsering, dia sukses menorehkan catatan sejarah pendakian dunia sebagai pendaki wanita pertama yang mencapai Puncak Everest. Pendakian Gunung Everest tak main-main. Tanpa peralatan memadai dan persiapan yang matang, sama saja Anda mendaki untuk mengantarkan nyawa. Junko Tabei dan Sherpa Ang Thsering mendaki melalui jalur Selatan. Dikisahkan, saat itu pada ketinggian 8.763 mdpl, mereka memutuskan untuk berhenti sebelum melanjutkan menuju puncak di keting...